Kumpulan Soal UTS SD/MI Kelas 5 Smt 1

07.48 Add Comment
Bulan ini memasuki tengah semester 1 tahun pelajaran 2015/2016. Sebagian besar sekolah, khususnya kelas 5 SD di semester 2 ini kembali menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006. Menjadi agenda rutin, setiap tengah semester dilaksanakan Ujian Tengah Semester (UTS).

Baca juga: Download Soal Latihan UTS SD/MI Kelas 1 Smt 1
Secara resmi Dinas Pendidikan mengadakan UTS secara serentak di wilayahnya. Guru telah mengajarkan materi yang harus dikuasai siswa, untuk mengukur hasilnya salah satunya dengan mengerjakan soal UTS. Selain itu, guru juga telah melakukan minimal dua kali Ulangan Harian (UH) sebagai bentuk evaluasi.

SekolahDasar.Net akan berbagi kumpulan soal UTS SD kelas 5 semester 1. Soal-soal UTS tersebut disimpan dalam satu folder yang berisi soal-UTS mata pelajaran: PKn, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, dan Matematika. Kumpulan soal UTS kelas 5 semester 1 bisa didownload di tautan berikut:


Pembuatan soal UTS kelas 5 SD semester satu disusun dengan mengacu pada kisi-kisi soal yang telah dibuat. Guru dapat melengkapi kumpulan soal UTS kelas 5 dengan kunci jawaban. Semoga kumpulan soal UTS dimanfaatkan oleh guru maupun orang tua siswa untuk bahan belajar menghadapi UTS.

Download Soal Latihan UTS SD/MI Kelas 1 Smt 1

07.42 Add Comment
Memasuki tengah semester 1 tahun pelajaran 2015/2016, sekolah melaksanakan Ulangan Tengah Semester (UTS), termasuk bagi siswa kelas 1 SD. Nilai UTS semester 1 ini juga akan menjadi salah satu komponen penilaian rapor untuk semester ganjil.

Baca juga: Soal-soal Latihan UTS SD Kelas 2 Semester 1

Tahun ini sekolah, khususnya kelas 1 SD kembali menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006. Materi soal UTS kelas 1 SD semester 1 menggunakan bahan ajar kurikulum KTSP dengan pendekatan metode tematik.

Meskipun dalam KTSP untuk kelas 1 SD adalah tematik, tetapi pada prakteknya untuk UTS menggunakan per mata pelajaran. Soal UTS kelas 1 mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, PKn bisa didownload di tauatan berikut ini:


Soal UTS kelas 1 SD semester 1 disusun berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat. Guru dapat melengkapi soal-soal tersebut dengan kunci jawaban. Dalam kalender pendidikan UTS dilaksanakan antara bulan Sepetember sampai Oktober.

Cara Mencari Data NISN Online 2015

09.23 Add Comment
Cara Mudah Mengetahui NISN Siswa - Nih informasi buat siswa yang mungkin lagi bingung atau lupa dengan NISN nya dan sedang membutuhkanya untuk digunakan dalam hal tertentu seperti mendaftar di SNMPTN namun lupa NISN dan hanya mengingat paswordnya saja, bisa langsung baca artikel saya ini. karena pada artikel saya ini, anda akan diberikan informasi cara menemukan atau mengetahui nomor NISN anda.
Seperti yang saya bilang tadi jika anda sedang membutuhkan nomor NISN, namun anda lupa dengan NISN anda maka cara inilah yang tepat untuk anda lakukan. dalam tutorial yang saya bagikan ini tidaklah sulit, bahkan sangat mudah sekali. namun bila anda masih merasa bingung maka jangan sungkan-sungkan untuk menanyakanya kepada saya.
Dalam hal mengetahui nomor induk siswa nasional ini kita akan mengunjungi salah satu leman dari kementrian pendidikan dan kebudayaan yaitu DAPODIK. dimana disini akan disediakan lengkap nomor induk siswa nasional di seluruh indonesia yang sudah terdaftar. baiklah langsung saja kita ke tutorialnya.

Cara Mengetahui Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) :

1. Silahkan kunjungi leman berikut : http://nisn.data.kemdikbud.go.id/page/data
2. Kemudian pilih pencarian berdasarkan apa saja yang anda mau, misalkan anda mencari NISN anda berdasarkan Nama,  tempat lahir, dan tanggal lahir.
Itulah bagaimana cara menemukan atau mengetahui NISN ( Nomor Induk Siswa Nasional) dengan cara yang sangat mudah dan cepat. semoga ada mamfaatnya bagi anda semua. cukup sekian artikel saya kali ini semoga bermamfaat.
 

Peran Orang Tua Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan

10.37 Add Comment
Untuk dapat memberikan layanan pendidikan yang berkualitas, satuan pendidikan harus dapat menjalin kerja sama secara sinergis dengan keluarga dan masyarakat. Kerja sama secara sinergis itu diperlukan untuk menciptakan proses pengajaran dan pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan, agar peserta didik menjadi manusia yang berpendidikan (well-educated), warga negara yang produktif (productive citizens). Jika seluruh komponen masyarakat dapat bekerja sama untuk mendukung proses pengajaran dan pembelajaran yang demikian, 
niscaya peserta didik akan berhasil dalam menempuh pendidikannya, bukan hanya dalam mencapai jenjang pendidikan yang dicita-citakan tetapi juga berhasil dalam kehidupannya. (Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Kemndikbud, 2002)

Peran serta masyarakat untuk memberikan pelayanan pendidikan yang relevan, bermutu, berwawasan keadilan dan pemerataan perlu terus ditingkatkan. Peran lebih aktif ini merupakan realisasi dari bentuk demokrasi berkeadilan yang bermakna. (Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Kemndikbud, 2002).

Untuk mewujudkan peranserta masyarakat dalam bidang pendidikan di seluruh wilayah tanah air, Kemendikbud dalam hal ini Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah mengeluarkan Panduan Umum Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah untuk dilaksanakan di setiap lembaga sekolah dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia agar dibentuk Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. Kiranya saat ini semua lembaga pendidikan sudah memiliki mitra kerja yang di sebut Komite Sekolah seperti yang dimaksud.

Mengingat keterbatasan kesempatan berkomunikasi dan berkoordinasi untuk berkolaborasi menciptakan iklim pendidikan yang sesuai harapan, Komite Sekolah dirasa belum sepenuhnya mampu menjembatani pihak sekolah dan orang tua/wali siswa, maka langkah yang lebih baik untuk maju adalah dibentuknya komunikasi dalam forum Paguyuban Orang Tua Siswa di setiap kelas, terutama di sekolah dasar.

Kata paguyuban secara etimologi terbentuk dari kata pa + guyub + an (bahasa Jawa). Guyub berarti rukun (harmonious), atau saling menolong (helpful), gotong royong (mutual). Paguyuban secara leksikal berarti kumpulan/asosiasi (association), atau (familiar community). Jadi yang dimaksud paguyuban orang tua siswa dalam arti luas adalah kumpulan/asosiasi orang tua/wali siswa yang dihimpun dalam wadah satu kelas di mana putra/putri mereka duduk di bangku sekolah untuk membantu pelaksanaan proses pembelajaran agar memperoleh hasil yang memuaskan.

Paguyuban orang tua/wali siswa pada setiap kelas mengadakan komunikasi secara rutin dengan guru kelas pada periode tertentu, misal satu bulan sekali dalam bentuk rapat atau musyawarah pada waktu di luar jam sekolah. Dalam musyawarah tersebut guru kelas menyampaikan permasalahan atau program kegiatan kelas secara umum untuk ditanggapi dan ditindaklanjuti bersama demi kelancaran dan keberhasilan KBM. Dalam musyawarah tersebut diharapkan setiap orang tua/wali siswa memberi masukan/pemecahan masalah sehingga segala aktivitas siswa mendapat dukungan positif dari orang tua/wali. Selain itu jika ada permasalahan kemajuan belajar siswa, orang tua dan guru bisa saling memberi informasi atau usaha bersama mencari solusi. Dengan demikian masyarakat paham terhadap situasi dan kondisi riil dan tidak ada asumsi bahwa setiap sekolah mengundang orang tua/wali siswa pasti minta dana untuk sekolah.

Kegiatan pertemuan paguyuban tersebut selaras dengan program sekolah dan komite sekolah, sehingga saling mendukung. Walaupun ada komite sekolah yang menjadi mitra kerja kepala sekolah dan guru keberadaan paguyuban tersebut dapat mempererat hubungan antara sekolah dan masyarakat. Informasi dan harapa sekolah bisa dipahami masyarakat, sebaliknya aspirasi msyarakat juga bisa diakomodasi sekolah.

Manfaat kegiatan yang dilakukan paguyuban untuk membantu memecahkan masalah atau mendukung program sekolah dan Komite Sekolah yang bisa diperoleh antara lain adalah:

1. Memupuk persaudaraan
Semua manusia sejak Nabi Adam AS hakikatnya adalah saudara, bisa saudara sedarah, saudara sekeluarga, saudara sekelurahan, atau saudara karena sesama agama, maupun karena kepentingan yang sama, dll. Rasa persaudaraan merupakan kekuatan luar biasa dalam menghadapi segala masalah yang dihadapi manusia baik secara individu maupun kelompok, dan semboyan bangsa Indonesia yang tidak boleh dilupakan, yaitu: “Bersatu kita teguh bercerai kita runruh.”. Namun demikian rasa persaudaraan akan mudah rusak jika terjadi ketimpangan dan kesalahpahaman di antara setiap anggota komunitas. Jika terjadi perbedaan yang tidak terselesaikan dan semakin runcing, segala permasalahan sekolah tidak bisa diatasi malah bertambah masalah baru yang menambah keruwetan sekolah. Maka dengan memanfaatkan kerukunan para orang tua/wali siswa tentu kondusivitas sekolah dapat meningkat dan dampaknya mutu proses dan hasil pembelajaran semakin baik.

2. Wahana komunikasi antar anggota paguyuban dan antara sekolah dan orang tua/wali murid
Segala kebutuhan/kepentingan aktivitas manusia selalu melibatkan manusia lain. Untuk dapat memnuhi kebutuhan dan memperlancar kegiatan tersebut perlu adanya komunikasi yang menyenangkan dan bermanfaat. Pertemuan rutin yang dipola dan diprogram secara berkesinambungan ini tentu bisa bermanfaat untuk saling meberi dan menerima masukan, saran, kritikan yang bersifat membangun, dan juga wahana untuk menyampaikan informasi sekolah kepada orang tua/wali siswa atau sebaliknya, sehingga akan mempermudah memecahkan masalah/meningkatkan prestasi belajar siswa.

3. Meningkatkan semangat/motivasi belajar siswa
Siswa sekolah dasar yang belum memiliki kemandirian yang kuat perlu adanya motivasi ekstrinsik dari orang dewasa. Kehadiran orang tua/wali siswa ke sekolah dalam situasi normal (karena tidak ada masalah negitf) tentu membuat senang para siswa karena merasa bangga punya orang yang dianggap pelindung dirinya datang ke sekolah, sehingga timbul perasaan bahwa ada perhatian terhadap dirinya. Rasa senang anak usia SD seperti itu tentu menambah semangat para siswa untuk lebih rajin dan giat belajar, apa lagi setelah ada komunikasi dan informasi antara orang tua dan guru kelas tentang kemajuan belajar siswa.

4. Memecahkan masalah kolektif dan individu siswa dan masalah sekolah
Sebenarnya permasalahan sekolah dan guru kelas sangat banyak dan kompleks dalam menghadapi siswa di sekolah, apa lagi jika warga sekolah tersebut datang dari keluarga majemuk dan berbagai macam latar belakang status sosial. Kemajemukan latar belakang bisa berdampak tingginya kesenjangan. Jika tidak dipersatukan dalam rapat, pendapat setiap individu atau kelompok bisa berakibat tidak baik terhadap stabilitas dan kondusivitas sekolah, karena opini individu atau kelompok bisa meluas menjadi opini publik. Segala problematika sekolah yang sebenarnya dapat diatasi melalui bermusyawarah dengan baik bisa jadi meluas dan semakin rumit untuk diselesaikan jikam salah penanganan. Orang tua/wali siswa yang sudah terbiasa diajak musyawarah dalam melaksanakan manajemen kalas atau manajemen sekolah, seberapa pun tajam kesenjangan kondisi orang tua/wali siswa, justru mufakat hasil musyawarah dapat menjadi kekuatan luar biasa dalam memecahkann masalah tersebut.

5. Sumber belajar bagi siswa
Sumber belajar bukan hanya berupa media cetak dan elektronik maupun objek langsung saja, bahkan manusia, hewan dan tumbuhan juga termasuk sumber belajar. Selain figur atau kondisi manusia yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar, justru apa yang ada di dalam figur atau fisik manusia yang berupa kekayaan intelektual, religius, estetika, skil, dll. merupakan sumber belajar bagi siswa yang sangat bermanfaat. Jika guru mampu memanfaatkan orang tua/wali siswa yang memiliki kemajemukan latar belakang sosial seperti pekerjaan, keahlian, keterampilan, dan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka miliki, sungguh kekuatan besar untuk bisa dipetik dalam meningkatkan mutu pembelajaran dan hasilnya kepada para siswa. Hal inilah yang selama ini masih terabaikan atau belum dimanfaatkan sekolah untuk melaksanakan manajemen pendidikan secara otonomi.

6. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian orang tua terhadap kebutuhan dan perkembangan siswa
Kondisi orang tua/wali siswa yang berbeda-beda membawa dampak kesadaran dan kepedulian terhadap pendidikan anak yang berbeda-beda pula. Apa lagi bagi orang sibuk bekerja atau mengurus ini, itu sehingga jarang bertemu atau komunikasi dengan keluarga/ anak, dan itu biasanya dijadikan alasan utama mereka. Jika orang tua/wali siswa tidak peduli terhadap pend Ki Hajar Dewantoro sebagai Bapak Pendidikan Nasional telah berpesan tentang Tri Pusat Pendidikan, bahwa pusat pendidikan ada tiga: pertama pendidikan keluarga di rumah, kedua pendidikan formal di sekolah, dan ketiga pendidikan non/in formal di masyarakat. Mengingat bahwa orang tua adalah pemeran pertama dan utama dalam mendidik anak, maka orang tua harus memiliki kesadaran dan kepedulian yang tinggi atas pendidikan anak-anak mereka. Maka dengan pertemuan orang tua/wali siswa secara rutin akan menyadarkan mereka bahwa kesadaran dan kepedulian kebutuhan sekolah harus kuat. Kalau bukan orang tua/wali siswa siapa yang akan memikirkan pendidikan anaknya?

7. Mengikis mis komunikasi dan kecurigaan terhadap managemen sekolah
Sebaik apa pun manjemen pendidikan yang diselenggarakan di sekolah belum tentu bisa diterima atau dimaklumi oleh pemangku kepentingan, apa lagi jika tidak/jarang dikomunikasikan. Iktikat baik sekolah kadang diterima salah/negatif dan justru menjadi pertentangan luar biasa. Jika pada suatu institusi pendidikan terjadi mis komunikasi dan mis informasi, bagaimana sekolah bisa kondusif dan bagaimana KBM bisa berjalan lancar? Maka dengan rapat/pertemuan anggota paguyuban orang tua siswa secara rutin tiap kelas mis komunikasi dan mis informasi dapat diatasi.
idikan anak-anaknya, munkinkah proses dan hasil pendidikan hanya diserahkan kepada guru?

Karakter Moral (Budi Pekerti) Harus Diajarkan?

10.33 Add Comment
Karakter moral atau budi pekerti pengertiaan dari Wikipedia, ensiklopedia internet: Karakter moral atau karakter adalah evaluasi kualitas moral yang stabil individu tertentu. Konsep karakter dapat menyiratkan berbagai atribut termasuk adanya atau kurangnya kebajikan seperti empati, keberanian, ketabahan, kejujuran, dan kesetiaan, atau perilaku yang baik atau kebiasaan. Karakter moral terutama mengacu pada himpunan kualitas yang membedakan satu individu dari yang lain - meskipun pada tingkat budaya, set perilaku moral untuk yang satu menganut kelompok sosial dapat dikatakan untuk bersatu dan mendefinisikannya budaya yang berbeda dari orang lain. Psikolog Lawrence Pervin mendefinisikan karakter moral sebagai "disposisi untuk mengekspresikan perilaku dalam pola yang konsisten dari fungsi di berbagai situasi".

Kata "karakter" berasal dari kata Yunani Kuno "Charakter", mengacu pada tanda terkesan pada koin. Kemudian datang berarti titik di mana satu hal diberitahu terpisah dari orang lain. Ada dua pendekatan ketika berhadapan dengan karakter moral. (1) Etika Normatif melibatkan standar moral yang menunjukkan perilaku benar dan salah. Ini adalah tes perilaku yang tepat dan menentukan apa yang benar dan salah. (2) Etika terapan melibatkan isu-isu spesifik dan kontroversial bersama dengan pilihan moral, dan cenderung melibatkan situasi di mana orang-orang baik untuk atau terhadap masalah ini.

Sebenarnya setiap manusia sejak zaman Nabi Adam sudah punya karakter mulia, yaitu karakter dasar yang paling hakiki yang diturunkan oleh Sang Maha Pencipta, yaitu aturan tingkah laku benar berdasarkan agama samawi. Jika kita dikembalikan pada ajaran tiap agama samawi, pasti semua agama mengajarkan tentang perbuatan baik dan anjuran untuk melaksanakan, juga tentang akibat perbuatan buruk dan kewajiban untuk meninggalkannya (dalam ajaran agama Islam setiap muslim diwajibkan memiliki akhlaqul karimah), dampakanya jika yang baik dilaksanakan dan yang buruk ditinggalkan pasti membawa ketenteraman dan kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akherat secara universal (rahmatan lil ‘aalamiin).

Setiap komunitas/etnik punya harapan yang sama, yaitu semua anggota komunitas bisa melaksanakan pola kehidupan normatif sesuai dengan karakter kolektif yang dimiliki. Dalam hal ini kewajiban orang dewasa harus bersikap jujur selain sebagai pelaku karakter, pemberi contoh, penasihat, pemberi worning, pemberi penghargaan dan sanksi secara adil terhadap diri mereka masing-masing dan terhadap orang lain terutama kepada generasi yang lebih muda.

Sebelum menetapkan sesorang mempunyai karakter harapan kolektif atau tidak, setiap anggota masyarakat dewasa harus menengok diri sendiri apakah ia sudah berkarakter mulia atau belum, sehingga di dalam kehidupan bermasyarakat tidak timpang dan tidak saling menyalahkan. Bisa jadi terbentuknya karakter menyimpang yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu yang bisa meresahkan masyarakat luas dan divonis berkarakter buruk, sebenarnya hanyalah efek dari perbuatan orang dewasa yang menjadi anutan atau teladan nasional yang sudah menyimpang dari norma.

Karakter atau budi pekerti bukan materi pelajaran, tetapi perbuatan yang harus ditanamkan dari generasi awal ke generasi berikutnya hingga akhir zaman. Karakter tidak perlu diajarkan dalam bentuk pembelajaran, karena terbentuknya karakter adalah perbuatan rutin dan latah dilakukan setiap hari. Guru tidak perlu mengajarkan dalam kelas secara teoritik karena sudah masuk (include) dalam pembelajaran semua mata pelajaran dan kehidupan sosial. Nilai-nilai karakter berdasarkan budaya bangsa Indonesia sepert: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kretif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu. Semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/berkomunikasi, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan dan sosial, serta tanggung jawab bisa tertanam dalam jiwa siswa jika hal itu dibiasakan dalam kehidupan sehingga tumbuh menjadi kebiasaan.

Siapa yang harus mempunyai karakter mulia? Semua anggota masyarakat (tua-muda, pejabat-rakyat, berpendidikan-tidak berpendidikan, beragama samawi-beragama ardhi) harus memiliki karakter moral mulia/akhlaqul karimah. Tindakan salah kaprah yang hingga kini adalah selalu membahas kesalahan pelajar/maha siswa karena dicap berkarakter jelek setelah ada berita tawuran pelajar, dekandensi moral pemuda, mahasiswa pengguna narkoba dan melayani sex komersial, dll., kemudian mencetuskan ide-ide atau program-program pendidikan karakter. Seharusnya bukan kesalahan para pemuda, pelajar, dan mahasiswa saja yang menjadi trading topic setiap mucul berita negatif, kesalahan orang-orang kondang yang seharusnya dihormati yang lebih diutamakan untuk rehabilitasi dan proteksi penularannya.

Sebenarnya semua manusia ketika dilahirkan dalam kedaan fitroh/suci. Datangnya pengaruh buruk yang dampaknya menjadi karakter bangsa (karena terlatih dan melekat pada jiwa generasi muda) justru dari orang dewasa, karena kodrat manusia dan hewan secara naluri/instink sifat genetika induk mempengaruhi keturunan. Maka sebenarnya yang meyimpang lebih dulu adalah generasi tua. Jika nilai-nilai karakter di atas sudah dilakukan dan tertanam dengan benar oleh orang-orang yang lahir dahulu, tentu generasi muda tidak perlu dikhawatirkan dan tidak pelu diadakan pendidikan karakter secara khusus.

Masalah yang terjadi sekarang adalah perilaku masyarakat sudah tidak normatif lagi, dan para pemuda, mahasiswa, serta pelajar banyak yang amoral. Para pejabat banyak yang korupsi, kejahatan semakin menjadi-jadi, sementara keadilan dunia semakin sulit dicari. Kenakalan remaja merajalela, begal motor dan geng motor selalu meneror, dan pelecehan seksual semakin brutal. Banyak orang yang lupa pesan Pujanagaaga Mataram, Ronggowarsito: “Anemahi zaman edan, ewuh aya ing pambudi, ora ngedan tan kumanan. Sak beja-bejane wong kang lali isih beja wong kang eling lan waspada.” (“Menemuhi situasi gila, repot untuk memilih, kalau tidak ikut gila tidak mendapat bagian. Seuntung-untungnya orang lupa, masih untung orang yang selalu ingat dan waspada”)

Revolusi moral tidak segera dimulai berarti sengaja bunuh diri. Suatu bangsa akan semakin terpuruk mana kala karakter moral penduduknya tak terkontrol dan terkendali. Situasi dan kondisi yang semakin menjadi-jadi akan membentuk karakter moral/budi pekerti membunuh generasi yang berdampak pada kehidupan mendatang.

Tidak ada istilah terlambat untuk kembali ke kodrat. Masyarakat yang ingin bangkit merevolusi diri secara bersama dan serentak mengubah tabiat buruk dan bertobat, jalan keluar dari keterpurukan masih terbuka. Hal ini tinggal bagaimana dan kapan memulai, bukan hanya sekedar bicara pendidikan karakter yang didengungkan santer. Sergera bertindak nyata solusi pasti ada. Menunda sama halnya dengan apatis, membiarkan berarti menununggu kiamat tanpa ikhtiar.

Bagaimana menanamkan jiwa berkarakter moral/berbudi pekerti mulia? Resep untuk mengembalikan bangsa ini ke jati diri sesuai harapan, yang harus dilaksanakan secara serentak dan berkoordinasi antara lain melalui:

1. Konsistensi terhadap sistem semerintahan yang benar oleh semua pihak
2. Ketegasan penegak hukum dalam menegakkan keadilan
3. Keteladanan aparat negara dan tokoh masyarakat
4. Kesadaran penduduk terhadap implementasi norma agama, norma sosial, dan kelestarian lingkungan
5. Menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat secara mikro maupun makro
6. Penanaman akhlaqul karimah dan kaidah kehidupan bermasyarakat sejak dini
7. Pembiasaan akhlaqul karimah dalam kehidupan rumah, sekolah, dan masyarakat
8. Melestarikan sikap tolong menolong dan gotong royong
9. Membiasakan sopan santun dalam segala bentuk berkomunikasi dan bertingkah laku
10. Menghargai dan melestarikan budaya bangsa
11. Mengutamakan musyawarah dalam mencapai mufakat
12. Saling menghargai dan menghormati sesama warga negara.

Buku Pedoman Sertifikasi Guru 2015

10.11 Add Comment
 Buku Pedoman Sertifikasi Guru 2015

Salah satu bagian penting dalam pelaksanaan sertifikasi guru melalui Pendidikan Profesi Guru Dalam Jabatan (PPGJ) tahun 2015 adalah proses rekrutmen dan penetapan calon peserta. Untuk itu diperlukan sebuah pedoman yang dapat menjadi acuan bagi semua unsur tersebut.

Tim sertifikasi guru Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (Badan PSDMPK-PMP) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) telah menyusun buku pedoman sertifikasi guru tahun 2015 melalui PPGJ.

Buku pedoman ini perlu dipahami dengan baik oleh semua unsur yang terkait dalam penyelenggaraan sertifikasi guru melalui PPGJ tahun 2015 di pusat dan di daerah termasuk guru. Buku pedoman sertifikasi guru melalui PPGJ tahun 2015 dapat didownload di sini.

Salah satu syarat menjadi guru profesional yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah guru harus memiliki sertifikat pendidik. Mulai tahun 2015, perolehan sertifikat pendidik bagi guru dalam jabatan yang memenuhi persyaratan dilakukan melalui PPGJ.

Menjadi Guru Idola

09.52 Add Comment
Tatkala ingatan selalu tertuju kepadanya, dan mulut obral memberi pujian untuknya, serta kesal manakala mendengar cemohan kepadanya, maka dialah yang disebut idola. Tentu tidak gampang menjadi idola seseorang apalagi banyak orang. Pastinya menjadi idola lebih sulit dibanding menjadi orang yang ditakuti. Idola dan pengidola keduanya berhulu pada satu titik, yakni hati.


Biasanya seorang yang punya tanggungjawab terhadap orang lain selalu berusaha “memikat hati” orang-orang yang berada “dibawahnya”. Hanya saja, biasanya berakhir pada titik yang kurang baik. Bukannya menjadi idola, tetapi justru menjadi “momok”. Sudah sepantasnya seorang pemimpin menjadi idola orang-orang yang dipimpinnya. Bawahan mengidolakan atasan, ketua menjadi idola anggotanya, komandan diidolakan oleh prajuritnya, guru menjadi idola siswanya dan lain sebagainya.

Sudah sepantasnya setiap guru menjadi idola dari siswanya. Sejatinya, guru harus berusaha keras menjadi idola bagi siswanya. Oleh karena itu, ada beberapa usaha yang dapat dilakukan seorang guru untuk menjadi idola, antara lain:

Berusaha Menjadi Semakin Pintar

Guru identik dengan orang pintar. Salah satu tujuan profesi guru adalah menelorkan siswa-siswa pintar. Oleh karena itu, guru terlebih dahulu harus pintar, bahkan lebih pintar dari masyarakat pada umumnya. Keyakinan siswa terhadap kepintaran gurunya akan membuat mereka suka, segan, dan hormat kepada gurunya tersebut. Untuk itu, seorang guru yang berusaha mengembangkan potensinya sehingga menjadi semakin pintar, maka semakin besar pula peluangnya dijadikan idola oleh siswanya.

Sejatinya, guru juga identik dengan membaca. Meskipun akhir-akhir ini aktivitas membaca bagi guru sudah hampir terlupakan. Membaca adalah aktivitas wajib bagi guru dalam mengejawantahkan usahanya menjadi semakin pintar. Menjadi guru bukanlah pencapaian puncak seorang yang bersekolah untuk berprofesi sebagai guru. Menjadi guru adalah awal dari tanggungjawab mencerdaskan anak bangsa. Oleh karena itu, teruslah berusaha dan belajar agar tanggungjawab itu tidak mengalami kedaluwarsa. Betapa hebatnya seorang guru di mata siswa jika pertanyaan-pertanyaan siswa tersebut mendapat jawaban dari gurunya.

Berusaha Menjadi Teladan

Ketekunan seorang guru dalam usaha menjadi semakin pintar, adalah termasuk bentuk teladan. Namun, dalam bagian ini teladan ditekankan pada prilaku dan sikap baik guru yang dapat ditaladani siswanya. Memang benar, guru juga manusia biasa, tetapi hal tersebut bukanlah menjadi alas an pembenar jika ada guru yang melakukan perbuatan yang tidak normatif.

Beberapa kasus yang diliput media tentang prilaku guru yang melanggar etika, tentu tidak sebanding dengan jumlah guru yang sangat besar. Sejatinya, jika pelanggaran itu dilakukan oleh orang awam (bukan guru) tentu terbilang hal biasa, namun lain ceritanya jika perbuatan itu dilakukan oleh seorang guru. Masyarakat masih member derajat yang tinggi kepada guru sehingga mereka akan sangat kecewa jika ada guru yang berbuat haal yang tida etis.

Guru yang berprilaku layaknya seorang yang patut digugu dan ditiru, akan menjadi teladan bagi siswanya. Meneladan seorang guru yang hampir tanpa cacat akan menjadikannya idola bagi siswa. Guru yang melakukan terlebih dahulu sebelum memerintahkan kepada siswanya. Bahkan, jika dengan hati prilaku teladan itu terbentuk, maka tanpa perintah sekalipun para siswa akan ikut seperti yang dilakukan gurunya.

Guru harus rindu pada suasana dimana dia menjadi idola siswanya. Guruku adalah idolaku, adalah ungkapan yang semestinya terucap oleh siswa. Bukan terucap oleh mulut yang utama, tetapi dari kalbu. Meski mulut mengatakan ‘tidak’, tetapi hati tak dapat menolaknya. Jika, guru telah mendapatkan pengakuan itu dari siswanya, maka hampir tak ada lagi hal yang sulit yang ditemui guru dalam proses interaksi antara dia dengan siswanya. Semoga para guru menjadi atau berusaha menjadi idola siswanya.